1 Januari 2025
Masih liburan seru nih semuanya, hurray!
Liburan selalu menjadi momen yang dinanti-nanti. Entah
itu menyusuri pantai berpasir putih, mendaki gunung yang menantang, atau
sekadar duduk di bawah pohon rindang di taman kota. Namun, bagi kamu yang suka baca buku
seperti Nano, liburan tidak pernah
lengkap tanpa membawa teman setia,”BUKU”.
Buku, bagi Nano, adalah pintu gerbang ke dunia lain. Ketika Nano menyusuri halaman demi halaman, Nano merasakan petualangan yang sama serunya seperti berjalan di jalan-jalan asing di negara yang belum pernah Nano kunjungi. Bahkan, ada saat-saat di mana buku menjadi alasan utama untuk memilih destinasi liburan. Lucu, kan?
Seingat Nano, pertama kali Nano membawa buku sebagai teman
perjalanan adalah ketika Nano masih kecil. Sekeluarga sedang liburan ke kampung.
Di tengah hiruk-pikuk acara kumpul keluarga besar, Nano malah sibuk tenggelam
dalam dunia "Lima Sekawan" karya Enid Blyton.
Paman sampai heran, "Bukannya mau main di sawah,
kok jadinya malah baca?"
Tapi di sanalah Nano menyadari bahwa membaca buku di
tempat baru memberikan rasa yang berbeda. Buku itu terasa hidup, karena suasana
di sekitar Nano seperti menambah dimensi baru pada cerita yang Nano baca.
Perjalanan
dengan Buku: Sebuah Ritual
Ketika dewasa, kebiasaan ini tidak pernah berubah.
Setiap kali merencanakan perjalanan, Nano selalu memikirkan buku apa yang akan
menemani. Ritual ini sederhana namun bermakna. Biasanya, Nano memilih buku
berdasarkan mood atau tema tempat yang akan Nano kunjungi. Misalnya, saat
liburan ke Bali beberapa tahun lalu, Nano membawa buku karya K’tut Tantri "Revolusi
di Nusa Damai". Rasanya ada sesuatu yang magis membaca tentang sebuah
kisah perjalanan anak manusia langsung di setting lokasinya di sebuah pulau
eksotis sambil menikmati matahari terbenam di pantai.
Namun, tidak semua perjalanan selalu cocok dengan buku
yang Nano bawa. Pernah suatu kali, Nano memutuskan untuk membaca novel horor
saat menginap di sebuah vila tua di gunung. Hasilnya? Nano tidak bisa tidur sepanjang
malam. Bayangan hantu dari buku itu seolah-olah menari-nari di dinding kamar Nano.
Sejak itu, Nano lebih selektif memilih genre buku saat bepergian.
Menemukan
Surga Membaca
Ada momen di mana Nano menemukan tempat yang begitu
sempurna untuk membaca, hingga Nano merasa seperti sedang berada di surga
kecil. Salah satunya adalah di desa kecil bernama Durian, di Kamang Mudik. Di
sana, Nano menginap di sebuah penginapan dengan balkon yang menghadap ke perbukitan
hijau. Udara dingin, aroma tanah basah, dan suara burung menjadi latar sempurna
untuk membaca novel klasik "Sengsara Membawa Nikmat" karya Tulis
Sutan Sati. Di tempat seperti itu, waktu seolah berhenti. Nano bisa membaca
selama berjam-jam tanpa merasa bosan.
Pengalaman serupa Nano rasakan ketika berkunjung ke Pulau Belitung. Duduk di tepi Pantai Tanjung Tinggi dengan pasir putih dan bebatuan granit raksasa di sekitar Nano, Nano membawa buku "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata. Membaca cerita tentang perjuangan anak-anak dari Belitung sambil benar-benar berada di tempat yang menjadi latar cerita memberikan sensasi yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Buku
sebagai Jembatan Kenangan
Setiap buku yang Nano bawa saat liburan selalu
meninggalkan kenangan yang tak terlupakan. Buku itu bukan hanya tentang cerita
di dalamnya, tetapi juga tentang tempat di mana Nano membacanya. Contohnya, Nano
pernah membaca "The Alchemist" karya Paulo Coelho saat melakukan
perjalanan solo ke Lombok. Di bawah langit penuh bintang di Gili Trawangan,
kata-kata Coelho tentang takdir dan mimpi terasa begitu mendalam. Bahkan hingga
hari ini, setiap kali Nano melihat buku itu di rak, Nano langsung teringat
malam penuh bintang di pulau itu.
Ada juga kenangan yang lebih lucu. Saat liburan keluarga
ke Malang, Nano membawa buku "Harry Potter and the Prisoner of
Azkaban." Di tengah perjalanan ke Museum Angkut, Nano tidak bisa berhenti
membaca karena ceritanya sedang sangat seru. Hasilnya, Nano malah ketinggalan
momen-momen seru di museum.
Adik Nano sampai bercanda, "Kak, nanti kalau ke
sini lagi, bawa buku aja, biar museum nggak usah repot-repot nyiapin
pameran."
Berbagi
Kebahagiaan Membaca
Ada satu hal yang Nano pelajari dari kebiasaan membaca
saat liburan, buku bisa menjadi alat untuk berbagi kebahagiaan. Nano ingat
ketika sedang di kereta menuju Surabaya, seorang penumpang di sebelah Nano
melihat buku yang sedang Nano baca.
"Itu bukunya bagus, ya?" tanyanya.
Mereka akhirnya asyik diskusi tentang penulis favorit
dan rekomendasi buku. Ketika perjalanan selesai, Nano merasa seperti menemukan
teman baru hanya karena sebuah buku.
Pernah juga, Nano meninggalkan buku di hostel yang Nano
tempati di Thailand. Di sana ada tradisi "book exchange," di mana
para tamu meninggalkan buku yang sudah selesai mereka baca untuk ditukar dengan
buku lain. Buku Nano, "Life of Pi" karya Yann Martel, akhirnya
menemukan pembaca baru, dan Nano pulang dengan membawa buku "The
Beach" karya Alex Garland. Sebuah pertukaran kecil yang membuat perjalanan
Nano semakin berkesan.
Menghidupkan
Liburan dengan Buku
Bagi Nano, liburan bukan hanya tentang tempat yang
dikunjungi, tetapi juga tentang pengalaman yang dibawa pulang. Buku adalah
salah satu cara Nano untuk membuat liburan menjadi lebih berarti. Dengan
membaca, Nano bisa merasakan berbagai emosi, belajar hal baru, dan melihat
dunia dari sudut pandang yang berbeda. Buku membuat Nano merasa hidup, bahkan
ketika Nano hanya duduk diam di sebuah tempat.
Jadi, jika kamu sedang merencanakan liburan berikutnya,
jangan lupa bawa buku favoritmu. Pilih buku yang sesuai dengan suasana hati
atau tempat tujuanmu. Percayalah, pengalaman suka baca buku sambil berlibur akan
membawamu ke dimensi baru yang mungkin belum pernah kamu bayangkan sebelumnya.
Karena pada akhirnya, setiap perjalanan adalah cerita, dan setiap cerita adalah perjalanan. Maka, mengapa tidak menggabungkan keduanya? Selamat berlibur dan selamat membaca!
Comments
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini, mohon maaf karena komentar akan dimoderasi dulu. Mohon ditunggu kunjungan balik saya ^__^