Dear moms, lanjut ya topik kita terkait bagaimana mengajar anak menulis cerita anak. Mengajar anak menulis cerita anak bisa mudah dan bisa susah, itu semua tergantung pada mindset kita sebagai orangtua dan bekal apa yang sudah kita beri pada anak kita sejak mereka lahir.
Gak
masalah kok walau kita hanya seorang ibu rumah tangga bukan seorang penulis.
Selama kita punya keinginan mulia untuk mendidik anak kita bisa menulis cerita,
insha Allah kita harus yakin bahwa semua niat baik akan dimudahkan Allah
subhanahu wa ta’ala.
Moms,
berdasarkan pengalaman saya, modal yang paling utama itu adalah sabar dan
konsisten. Dengan kesabaran dan kasih sayang maka anak akan merasa nyaman dan
tidak merasa ‘dipaksa’.
Ngomongin bekal biar anak suka menulis dan bisa mudah dalam menulis , terutama menulis cerita fiksi adalah tentu saja anak harus cinta baca.
Bagaimana agar anak cinta baca? Ya, tentu saja dengan
mengenalkan anak sejak dini pada dunia baca. Meski pun tentu saja anak usia
dini belum bisa membaca. Apalagi anak usia batita. Namun dianjurkan agar para orangtua
bisa meluangkan waktu secara rutin meski tak panjang durasinya, untuk bercerita
dengan anak. Meski tak harus menggunakan buku bacaan atau meski tak harus
membacakan cerita.
Tentu kita tak lupa dengan kebiasaan bertutur yang
diturunkan oleh nenek moyang kita sejak lama. Ada hikayat. Ada cerita rakyat. Ada
legenda. Semua kisah atau cerita itu awalnya dituturkan dari mulut ke mulut
dari generasi ke generasi. Yang kalau orang sekarang menyebutnya storytelling.
Apa pentingnya mengajar anak suka baca sejak dini? Banyak
sebenarnya. Salah satu yang nyata banget di kehidupan masa depan anak, adalah
saat mereka mulai berhadapan dengan tugas-tugas di sekolah terkait kemampuan
untuk membaca buku-buku pelajaran dan kemampuan untuk menuliskan tugas-tugas
sekolah. Ditambah jumlah kosa kata yang terus bertambah dengan semakin
banyaknya buku yang mereka baca. Jadi sungguh benar jika buku disebut jendela dunia.
Saya jadi teringat dengan kisah para pejuang bangsa. Bagi beliau-beliau, membaca
buku merupakan keharusan. Bahkan saat diasingkan oleh Belanda jauh ke pulau
sepi di seberang lautan pun, yang mereka bawa adalah buku-buku. Bukan tumpukan
baju dan obat-obatan serta persediaan makanan. Hal ini patut dijadikan role
model.
Sehingga buat anak-anak kita, kelak saat mereka berada dalam
situasi yang dibutuhkan untuk menulis, maka dengan mudah mereka akan mampu melakukannya.
Dan mereka bisa melakukannya dengan senang hati karena mereka cinta baca.
Oya, bicara tentang senang hati saat menulis, saya teringat
salah seorang murid kelas menulis saya di
SD. Dia seorang anak yang cinta baca dan suka menulis. Namun, setiap memulai menulis
seakan ada hal berat yang membuat dia kesulitan utnuk mengembangkan tulisannya.
Usut punya usut ternyata mandegnya bukan di masalah teknis. Ternyata dia merasa
‘dipaksa” untuk menghasilkan tulisan yang auto bagus. Karena terimbas bayang-bayang
nama besar orangtuanya yang merupakan penulis
sukses. Dalam hal ini penting juga bagi kita sebagai orangtua untuk mengajarkan
anak bahwa semua butuh proses. Tak harus langsung menjadi yang terbaik di
langkah pertama. Karena semua akhir ada
awalan dan proses. Nah, itu juga butuh ketelatenan dan kesabaran kedua belah
pihak baik anak maupun orang tua dalam menjalani proses ini.
ToMaSS dan ATA
Berdasarkan pengalaman saya mengajar anak menulis cerita anak, sebagai pengajar di kelas menulis untuk anak-anak usia sekolah dasar, saya kemudian berusaha menyederhanakan cara belajar menulis cerita fiksi untuk anak. Saya merumuskannya dalam dua “rumus” versi saya yaitu ToMaSS dan ATA.
ToMaSS
Mari
kita bahas ToMaSS dulu, Moms. ToMass ini bukan Thomas si lokomotif itu lho,
tapi singkatan dari:
To=Tokoh
cerita.
Ma=masalah
cerita.
S=Solusi.
S
= Setting.
Dengan
ToMaSS, saya harap para Moms dan juga Dads bisa lebih mudah dalam mengajar anak-anak
kita bagaimana menulis cerita fiksi. ToMaSS ini merupakan unsur-unsur yang
terdapat di dalam sebuah cerita fiksi.
Penjelasan
sederhananya begini. Tidak ada cerita tanpa ‘tokoh’. Baik tokohnya hewan,
manusia atau benda sekalipun.
Tidak
ada cerita tanpa ‘masalah’. Tidak akan menarik sebuah cerita jika tidak ada masalah
didalamnya. Masalah membuat si tokoh utama di dalam cerita bergerak mencari ‘solusi’
dan akhirnya cerita terus berkembang hingga menuju ke akhir cerita.
Setting
merupakan hal yang sangat penting. Ada dua jenis setting yaitu setting waktu
dan setting tempat. Kapan cerita itu terjadi? Pengambaran tentang setting
waktu. Dimana cerita tersebut terjadi? Inilah dia setting tempat. Setting juga
dikenal dengan dengan latar yang sangat penting di dalam membangun sebuah
cerita fiksi.
Meskipun
tak harus langsung dituliskan anak di dalam selembar kertas atau diketikkan
langsung di layar komputer. Kegiatan merancang cerita bersama anak dengan
ToMaSS ini akan menjadi sebuah kegiatan yang mengasyikkan, Moms!
pic by parentsmagazine
ATA
Nah,
kita telah kenalan dengan ToMaSS, jangan lupakan si ATA yang akan membantu kita
tetap berada di dalam jalan yang benar dalam menulis cerita.
A=awal
cerita
T=Tengah
cerita
A=Akhir
cerita
ATA
akan membantu anak untuk fokus dalam merangkai cerita agar si tokoh di dalam
cerita anak tersebut tidak kemana-mana membawa (masalah dan konflik) cerita
tersebut tanpa akhir.
Inilah
pengalaman saya dalam mengajar anak bagaimana menulis cerita fiksi. Pada
prakteknya banyak hal yang akan kita jumpai. Apalagi setiap anak memiliki
karakter, minat dan kemampuan yang
berbeda. Insha Allah, nanti saya akan cerita lagi lebih banyak lagi via blog
ini. Monggo mampir lagi dan jika ada pertanyaan jangan segan untuk ketik di
kolom komentar. Dengan senang hati saya akan berbagi sepanjang sepengetahuan saya. ^__^
Thanks for sharing
ReplyDeletevisit our website
ittelkom jakarta